Menurut pandangan Islam, setiap anak yang dilahirkan kedunia dalam keadaan suci dan bersih atau lebih populer dengan istilah ” fitrah ” . Fitrah berarti suatu potensi yang dianugerahkan Allah secara langsung kepada setiap anak manusia yang baru lahir. Manusia makhluk yang dikarunia fitrah beragama, dengan istilah ” homo devinans dan homo religous ” yaitu makhluk ber-Tuhan atau beragama. Fitrah beragama merupakan potensi dasar yang berpeluang untuk berkembang, namun perkembangan itu akan banyak dipengaruhi oleh orang tua, seperti hadis Nabi Saw ” Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang dapat mengarahkan anaknya, apakah ia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi ” (H.R, Bukhari). Hadis tersebut mengisyaratkan bahwa faktor pendidikan orang tua memegang peranan yang sangat menentukan dalam menanamkan kesadaran beragama pada anak. Senada dengan itu diungkapkan Tafsir (2004:91), untuk menjadikan anak yang cerdas, sehat, dan memiliki penyesuain sosial yang baik, peranan keluarga sangat dominan. Keluarga merupakan salah satu faktor penentu utama dalam perkembangan keperibadian anak, disamping faktor-faktor lain.
Untuk itu, supaya fitrah yang dimiliki anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntunan Islam, maka sejak awal anak harus ditanamkan nilai-nilai ajaran Islam. Adapun nilai-nilai Islam yang menjadi pilar utama terdiri dari 3 tiang pokok yaitu, aqidah, syari’ah, dan akhlak. Tiga prinsip pokok itu bagaikan trichotomi yang mempunyai peranan yang amat menentukan dalam pembinaan anak.
Penanaman Aqidah / Keyakinan
Aqidah berisikan keyakinan terhadap adanya Tuhan dan ajaran yang benarnya datang dari Tuhan, meyakini dalam hati secara kokoh, tiada keraguan dan dipilih menjadi jalan hidup (Ensiklopedi Islam:94;208). Karena itu aqidah menjadi fondamen atau dasar utama dalam kehidupan seseorang, inti dari aqidah adalah iman. Maka iman itu adalah engkau meyakini sepenuhnya peracaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-rasul-Nya, hari kebangkitan dan qadha serta qadar (Ensiklopedi Islam:94;209). Iman intinya adalah tauhid yaitu mengesakan Allah yang diungkapkan dalam syahadatain.
Tauhid mempunyai pengaruh dalam segala aspek kehidupan seseorang muslim, sosial, budaya, ideologi, politik, pendidikan dan lain-lainnya. Iman merupakan kunci pokok membentuk ke Islaman seseorang. Seseorang dapat dikatakan muslim manakala ia sudah beriman, antara Iman dan Islam merupakan satu kesatuan yang saling mengisi. Iman tiada artinya tanpa amal shaleh, dan amal shaleh akan sia-sia tanpa dilandasi dengan Iman kepada Allah (Q.S. al-Ashr 1-3). Oleh karena itu, keenam rukun iman yaitu, keprcayaan kepada Allah, Malaikat-malikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari berbangkit dihari akhirat nanti, serta qadha dan qadhar semestinya ditanamkan kepada si anak semenjak usia dini, karena kepercayaan itu tidak akan tumbuh dan berkembang pada diri anak kecuali dengan pembinaan dan latihan secara rutinitas.
Mematuhi ketentuan-ketentuan Allah yang dijelaskan Rasulullah dalam kehidupan manusia di dunia untuk mencapai kebahagian hidup di akhirat, baik yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, maupun hubungan sesama manusia serta hubungan dengan alam sekitar, hal ini termasuk dalam objek pembahasan Syari’ah. Para ulama membagi syari’ah pada dua kategori, yaitu ibadah dan muamalah. Sedangkan ibadah berarti tunduk, patuh, taat, mengikuti perintah dan do’a (Q.S. Yasin:60 ). Menurut Ashidiqie (1954;5) para fuqaha’; ibadah adalah segala ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharapkan pahala-Nya di hari akhirat. Sedangkan ulama tauhid merumuskan bahwa ibadah adalah meng-Esakan Allah dan merendahkan diri serta menundukan jiwa kepada Allah.
Dari rumusan diatas, bahwa cakupan ibadah sangat luas dan semua pekerjaan yang dilandasi ikhlas dan untuk mencari ridha Allah. Sedangkan dalam implementasi nya ibadah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu ibadah khusus (mahdhah) dan ibadah umum (ghairu mahdhah). Pertama ibadah khusus, yaitu ibadah yang cara pelaksanaanya dan materi ditentukan secara jelas dan rinci dalam al-Qur’an dan as-Sunnah Nabi, seperti, pelaksanaan shalat lima waktu, puasa ramadhan, zakat dan haji. Kedua ibadah umum, menurut al- Qardhawi (2003;109), yaitu semua aktivitas muslim dalam memenuhi hajat hidup dan kewajibannya, baik dengan Allah maupun dengan sesama manusia serta dengan alam sekitarnya, sertanya untuk motivasi mencapai ridha Allah.
Dengan demikian, baik ibadah khusus (mahdhah) maupun ibadah umum (ghairu mahdhah), mempunyai peran yang sangat penting, karena ibadah itu dapat memberikan perasaan bahagia dan tentram serta puas dalam kehidupannya. Khusus untuk anak dalam usia dini, nilai-nilai inilah yang perlu disemai dan ditanamkan dalam jiwa mereka, tentu saja ibadah dalam artian yang sangat sederhana, yang sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya.
Adapun ibadah yang perlu ditanamkan pada anak usia dini, yaitu dalam bentuk pengenalan dan latihan melakukan rukun Islam yang lima, terdiri dari; pengucapan dua kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Begitu pula ibadah umum, dalam bentuk pengenalan dan pembiasaan mengucapkan kalimat tayyibah, perbuatan-perbuatan yang baik, seperti berbakti kepada orang tua, menyayangi teman, menolong tetangga, berinfak, membantu fakir miskin dan lain-lain. Dengan adanya pengenalan, pembiasaan dan latihan sejak dini, maka kelak sewaktu anak menjadi remaja dan dewasa terbiasa melakukan ibadah dan ia merasakan bahwa ibadah itu adalah salah satu kebutuhan yang wajib dilaksanakan.
Pembinaan Akhlak
Kata akhlak berasal dari khalaqa yang artinya kelakuan, tabiat, watak, kebiasaan kelaziman, dan peradaban. Maskawaih (1934;3) menjelaskan bahwa, akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa, mendorong melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sedangkan menurut Nata (1996;25) al-Ghazali mengemukakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan beraneka ragam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Memperhatikan rumusan diatas, bahwa akhlak merupakan manipestasi dari gambaran jiwa seseorang yang terwujud dalam sikap, ucapan dan perbuatan. Tentunya akhlak prilaku yang sungguh-sungguh, bukanlah permainan silat lidah, sandiwara. Aktivitas itu dilakukan dengan ikhlas semata-mata menuju ridha-Nya. Disisi lain, akhlak merupakan prilaku yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, perasaan, pikiran, bawaan dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan (moral) yang terdapat dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan antara yang baik dengan yang buruk ( Daradjat:1995;10). Penerapan akhlak dapat dipandang dari dua sisi, yaitu secara vertikal dan horizontal.
Adapun akhlak secara vertikal adalah berakhlak kepada Allah yaitu suatu tatacara etika melakukan hubungan atau komunikasi dengan Allah sebagai tanda syukur atas rahmat dan kurnia-Nya yang beraneka ragam. Sedangkan akhlak secara horizontal yaitu sikap dan etika perbuatan terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia dan terhadap alam sekitarnya.
Untuk menumbuhkan generasi penerus yang berakhlakul karimah, maka perlu diberikan dan ditanamkan kepada anak semenjak usia dini tata cara berakhlak, baik kepada Allah, terhadap diri sendiri dan lingkungan keluarga serta alam sekitar. Untuk itu agar anak terhindar dari akhlak tercela, pembinaan akhlak perlu dilakukan sejak usia dini, melalui latihan, pembiasaan, dan contoh suri teladan dari anggota keluarga terutma orang tua, sebab apa yang diterima dan dialami anak sejak dini akan melekat pada dirinya dan akan membentuk kepribadiannya.
0 komentar:
Posting Komentar